Saturday, 12 May 2012

Sedikit Cerita Unik Tentang Syaikh Al-Albani


1--Syaikh Ali Khasysyan (beliau adalah salah satu murid Syaikh al-Albani ~rahimahullah~ yang berasal dari Syiria dan sekarang berdomisili di Arab Saudi) bercerita dalam sebuah artikelnya yang berjudul Nâshir al-Hadîts wa Mujaddid as-Sunnah, ‘Âsya wahîd al-’Ashr wa Ashbaha Faqîd al’Ashr, yang pernah dimuat pada majalah asy-Syaqō`iq, di dalamnya ia bercerita tentang Syaikh Nashiruddin al-Albani -rahimahullah-. Ia berkata:
“Demi Allah, seingatku tidak pernah kedua mataku melihat seorang yang lebih antusias dalam berpegang teguh dengan as-sunnah, lebih semangat dalam menyebarkannya dan lebih mengikutinya daripada Syaikh al-Albani ~rahimahullah~.
Pernah suatu ketika mobil yang beliau kendarai terguling di suatu daerah antara kota Jedah dan Madinah. Orang-orang pun panik lalu berteriak: “Ya Sattâr (Yang Maha menutupi), ya Sattâr,” (oleh sebab panasnya suhu udara di sana).
Seketika itu pula Syaikh mengomentari ucapan mereka -padahal beliau masih berada di bawah mobil yang terbalik- seraya berkata: Ucapkanlah, Ya Sittîr[1], jangan kalian mengucapan, “Ya Sattâr,” sebab as-Sattâr bukan termasuk nama Allah, dan dalam sebuah hadits disebutkan:
إِنَّ اللَّـهَ حَيِيٌّ سِتِّيْرٌ يُحِبُّ السِّتْرَ.
Sesungguhnya Allah Maha Malu lagi Maha menutupi dan suka menutupi (hamba-hamba-Nya). (Hadits shahih. Lihat Irwâ` al-Ghalîl, karya beliau, no. 2335)
Pernahkah kalian melihat seorang yang masih sempat-sempatnya menyebarkan sunnah dan hadits pada situasi seperti ini pada zaman sekarang? Demi Allah, tidak ada kecuali kisah tentang Umar bin al-Khaththab -radhiallohuanhu- dan Ahmad bin Hambal -rahimahullah- atau selain keduanya dari ulama salaf dahulu.”
Penerjemah Abu Musa al-Atsar
Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 49, hal. 59
Footnote:
[1] Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullâh berkata: “As-Sittîr artinya Yang selalu Maha menutupi hamba-hamba-Nya, tidak mencemarkan keburukan mereka di khalayak ramai, Yang Maha mencintai mereka untuk selalu menutupi diri mereka masing-masing dari apa-apa yang dapat mencemarkan nama baik mereka, menghinakan mereka dan menjatuhkan harkat dan martabat mereka. Ini merupakan keutamaan dan rahmat dari Allah ….” (Fiqh al-Asmâ` al-Husnâ, karya beliau, hlm. 307, Cetakan Maktabah al-Malik Fahd), pen.


2--Syaikh al-Albani ~rahimahullah~ bercerita:
“Setelah aku membeli sebidang tanah di luar kota, karena harga tanah di sana murah, aku langsung membangun sebuah rumah lengkap dengan toko. Setelah semuanya beres, aku baru sadar bahwa jarak antara rumahku dengan perpustakaan azh-Zhahiriyyah yang sering aku kunjungi lumayan jauh. Dahulu aku bekerja satu atau dua jam di tokoku sebelum perpustakaan itu dibuka.
Kemudian aku membeli sebuah sepeda, sementara itu baru pertama kali penduduk kota Damaskus menyaksikan pemandangan langka seperti ini, yakni seorang Syaikh bersorban naik sepeda. Wajar saja mereka langsung heran dengan pemandangan ini.
Dan pada waktu itu juga ada sebuah majalah yang bernama al-Mudhhik al-Mubkî (lucu yang membuat nangis), yang diterbitkan oleh seorang nasrani. Ternyata dia memasukkan pengalaman ini di majalahnya. Tetapi aku tidak peduli dengan hal remah seperti ini, karena yang paling penting bagiku adalah waktu. “
(Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 47, hal.51)


3-- Ada seorang pemuda penuntut ilmu pernah naik mobil bersama Syaikh al-Abani ~rahimahullah~. Syaikh al-Abani mengemudi mobilnya dengan kecepatan tinggi. Melihatnya, maka pemuda itupun menegur:” Wahai Syaikh, ini namanya ‘ngebut’ dan hukumnya tidak boleh. “ Syaikh ibnu Baz mengatakan bahwa hal ini termasuk menjerumuskan diri dalam kebinasaan.”
Mendengarnya, Syaikh al-Albani ~rahimahullah~ tertawa lalu berkata: ” Ini adalah fatwa seseorang yang tidak merasakan nikmatnya mengemudi mobil!!.” Pemuda itu berkata: “ Syaikh, akan saya laporkan hal ini kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz.”
Jawab Syaikh al-Abani,” Silahkan, laporkan saja.”
Pemuda itu melanjutkan ceritanya: “ Suatu saat, saya bertemu dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz ~rahimahullah~ di Makkah maka saya laporkan dialog saya dengan Syaikh al-Abani ~rahimahullah~ tersebut kepada beliau.
Mendengarnya, beliau juga tertawa seraya berkata: Katakan padanya: ” ini adalah fatwa seseorang yang belum merasakan enaknya terkena denda!”
[Al-Imam Ibnu Baz, Abdul Aziz as-Shadan hlm. 73]


4--Di masa lalu, ada seorang yang dianggap mufti (ahli fatwa) oleh manusia. Dia berhalangan karena hendak safar, maka anaknya diminta menggantikan posisinya selama dia safar. Bapaknya sadar bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang ilmu syariat atau yang berkaitan majlis fatwa. Sadar dengan hal itu, Si Anak berkata : “Wahai Bapakku! Bagaimana aku menggantikan posisimu, aku kan tidak tahu apa-apa!?
Bapaknya menjawab : ”Saya akan beri satu petunjuk yang membuat engkau selamat sampai aku kembali”.
Si Anak menimpali “Apa itu?”.
Bapaknya menjawab,” Nanti setiap ada yang bertanya padamu bertanya suatu masalah, tinggal katakan saja “Fil mas-alah qoulani” (Dalam masalah ini ada dua pendapat) tidak usah berpanjang lebar. Misalnya nanti ada orang datang bertanya : Wahai Tuan Syaikh! Seseorang sholat dzuhur kurang rakaatnya, apakah sholatnya batal atau tidak. Jawab saja “Ada dua pendapat dalam masalah ini”. Beres. (Maksudnya ada pendapat yang mengatakan batal dan pendapat lain mengatakan tidak batal). Misal lagi nanti ada yang datang bertanya ,”Wahai Tuan Syaikh!, Saya telah menikahi istriku tanpa izin walinya apakah sahih akad nikahnya? Jawab saja “ada dua pendapat dalam maslaah ini”. Cukup begitu saja.
Kemudian si Anak nya mengucapkan : Wahai Bapak, Jazaakallah khoir, dan si Bapak pun pergi. Kemudian datangalah orang-orang. Begitulah, setiap ada pertanyaan dijawab sebagaimana yang telah direncanakan, tanpa malu dengan jawaban singkat tersebut.
Kemudian diantara mereka ada seseorang yang cerdas, mengetahui bahwa orang ini jahil dan mengkhawatirkan pengaruhnya kepada yang lain. Dan dia suruh seseorang disebelahnya untuk bertanya: Apakah pada Allah ragu? (A fillah syakkun?)
Ketika ditanyakan, Si Mufti (palsu) itu menjawab : Dalam masalah ini ada dua pendapat….(tertawalah majlis syaikh Albani).
Syaikh Albani mengatakan bahwa hakikat cerita ini bisa saja khurafat tapi ini nyata persis seperti kondisi sekarang. Bagaimana manusia menyangka sebagian orang itu ahli ilmu, ahli fiqih, padahal orang tersebut hanyalah orang jahil, namun disebut oleh manusia sebagai kaum cendekiwan.




sumber : http://moslemsunnah.wordpress.com

Related Posts:

  • Pernikahan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا … Read More
  • Romantis Itu Sederhana  SAATNYA JATUH CINTA LAGI Bismillaah.... Seiring makin bertambahnya usia pernikahan, kedewasaan dan juga anak, kita makin menyadari.. … Read More
  • Candaan Ulama BEGINILAH JIKA ULAMA BERCANDA.. *** Seorang laki-laki menemui Imam Asy Sya’bi rahimahullah lalu bertanya, “Aku menikahi wanita dan ternyata … Read More
  • KISAH TAUBAT YANG MENGHARUKAN KISAH TAUBAT kitab At-Ta’ibun, Nabil al-‘Audhi Seorang pemuda tengah berdiri di tepi jalan bersama seorang wanita muda. Dalam keadaan demikian d… Read More
  • Tulisan Anda Jelek ? Jangan Minder !  Oleh : Ust. Ad Dariny Bagi Anda yg bentuk tulisannya jelek, ga usah minder... ====== Memang bentuk tulisan bagus adalah suatu kelebihan… Read More

0 komentar:

Post a Comment