Oleh: 'Utsman Shalih, Imâm Masjid al-Shabirin, Jeddah
Sesungguhnya meludah memiliki hukum serta adab yang wajib diketahui dan diperhatikan, dikarenakan Islam sangat memperhatikan urusan kebersihan. Sementara ludah adalah kotoran yang tidak sepantasnya mengganggu orang lain.
Tidak ada larangan meludah di jalan, apakah yang melakukannya menderita suatu penyakit ataukah tidak. Kecuali jika penyakit yang dideritanya menular, dan media penularannya melalui ludah, maka ketika itu meludah di jalan tidak diperkenankan kecuali jika dia memendamnya. Berdasarkan keumuman hadîts Nabi :
« لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ »
"Tidak boleh membahayakan (diri sendiri), dan tidak membahayakan membahayakan (orang lain)." (HR. Malik, dishahîhkan oleh al-Albani dalam as-Silsilah (1/498))
Meludah memiliki beberapa adab, di antaranya:
Tidak meludah kearah qiblat dan kearah kanan. Di dalam Sunan Abu Dawud, dan lainnya disebutkan dari Hudzaifah ط bahwasannya Rasulullah bersabda:
« مَنْ تَفَلَ تُجَاهَ الْقِبْلَةِ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَفْلُهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ »
"Barangsiapa meludah kearah qiblat, maka dia akan datang pada hari kiamat sementara ludahnya ada di kedua matanya."
(Dishahîhkan oleh al-Albani dalam al-Jami' (6160))
Dan dalam sebuah riwayat Ibnu Huzaimah / dari hadîts Ibnu Umar م secara marfu':
« يُبْعَثُ صَاحِبُ النَّخَامَةِ فِي الْقِبْلَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَهِيَ فِيْ وَجْهِهِ »
"Para pemilik dahak yang diarahkan ke kiblat akan dibangkitkan pada hari kiamat sementara dahak tersebut ada pada wajahnya."
(Dishahîhkan oleh al-Albani dalam Shahîh at-Targhib (I/69))
As-Shan'ani / berkata dalam Subulus Salam: "Meludah kearah kanan, seperti meludah kearah kiblat, dikarenakan perbuatan itu juga dilarang secara mutlak, 'Abdurrazaq telah mengeluarkan hadîts dari Ibnu Mas'ud ط bahwasannya dia membenci meludah kearah kanan di luar shalat."
Juga disebutkan dari Mu'âdz ibn Jabal ط: "Aku tidak pernah meludah kearah kanan sejak aku masuk Islam." Dan dari Umar ibn Abdul Aziz ط bahwa dia juga melarang perbuatan itu.
Di dalam al-Mughni al-Muhtaj Ila Ma'rifati Alfadzi al-Minhaj oleh As-Syarbini asy-Syafi'i disebutkan: "Dan dimakhruhkan meludah kearah kanan dan kearah depan, dan perbuatan ini juga dimakruhkan di luar shalat, sebagaimana dikatakan oleh penulis. Berbeda dengan yang telah dirajihkan oleh al-Adzru'i dengan mengukuti pendapat as-Subki yang menyatakan kebolehannya (mubah). Akan tetapi kemakruhan ini jika arah depan tersebut menghadap ke kiblat sebagai bentuk pemuliaan arah kiblat sebagaimana dibahas oleh sebagian mereka.
Adapun meludah di dalam shalat, maka tidak ada larangan dari hal tersebut. Kecuali adanya larangan khusus yang melarang meludah kearah depan dan bagian kanan. Berdasarkan sabda Nabi :
« إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلَا يَبْزُقَنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَا عَنْ يَمِينِهِ وَلَكِنْ عَنْ شِمَالِهِ تَحْتَ قَدَمِهِ »
"Jika salah seorang di antara kalian berada dalam shalat, maka sesungguhnya dia sedang bermunajat dengan Rabb-nya. Maka janganlah meludah kearah depan, dan jangan pula meluda kearah kanan, akan tetapi meludah kearah kiri di bawah tapak kakinya." (HR. Muslim)
Al-Hâfidz Ibnu Hajar berkata dalam al-Fath: "Para ulama telah sepakat kebolehan meludah dalam shalat." Demikian kutipan dari ibn Hajar.
Imâm an-Nawawi / berkata dalam mensyarahi hadîts ini: "Di dalamnya terdapat larangan meludah kearah depan dan kearah kanan bagi orang shalat, dan larangan ini bersifat umum apakah di dalam masjid atau yang lainnya."
Sumber : FP "Majalah Qiblati"
0 komentar:
Post a Comment