Saturday, 7 April 2012

Syarah Arba’in An Nawawiy Hadits no. 1


Oleh : Muhammad Supriadi al Jawiy

Hadits pertama.
Dari Amirul Mu’minin, Abu Hafsh Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”
(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)

Catatan :
  1. Hadits ini adalah Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini pada akhir bab Jihad. Pada Riwayat Bukhari Hadits no. 1 dan Muslim hadits no. 1907
  2. Hadits ini salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu disebabkan karena perbuatan seorang hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiga bagian itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’ mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.
  3. Materi hadits pertama ini merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).
  4. Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari dalam shahihnya, Imam An Nawawiy dalam Riyadhus shalihin juga pada Arba’in An Nawawiy-nya dll. Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan niatnya”.
  5. Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad, karena hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka adalah para Imam.
  6. Hadits ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais.

Kandungan Hadits :
  1. Niat  merupakan  syarat  layak/diterima  atau tidaknya  amal  perbuatan,  dan  amal  ibadah  tidak akan menghasilkankan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
  2. Waktu  pelaksanaan  niat  dilakukan  pada  awal ibadah dan tempatnya di hati. Serta  niat adalah keinginan dan kehendak hati jadi tidak disyariatkan untuk melafadzkan niat ketika hendak memulai suatu ibadah.
  3. Dan yang dimaksud dengan amal disini (pada ahdits ini) adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.
  4. Makna kata "Hijrah" secara bahasa: meninggalkan, sedangkan menurut syariat artinya: meninggalkan negeri kafir menuju negeri Islam dengan maksud bisa melakukan ajaran agamanya  dengan  tenang.  Yang  dimaksud  dalam  hadits  ini  adalah  perpindahan  dari Mekkah ke Madinah sebelum Fathu Makkah (Penaklukan kota Mekkah th. 8 H).
  5. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah. Sebagaimana dalam QS. Al Bayinah : 5 dan QS. Al A’raf : 29
  6. Seorang  mu’min  akan  diberi  ganjaran  pahala berdasarkan kadar niatnya.
  7. Semua  perbuatan  yang  bermanfaat  dan  mubah (boleh)  jika  diiringi  niat  karena  mencari  keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
  8. Niat memiliki 2 fungsi:
    1. Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
    2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
  9. Hadits  di  atas  menunjukkan  bahwa  niat merupakan  bagian  dari  iman  karena  dia merupakan  pekerjaan  hati,  dan  iman  menurut pemahaman  Ahli  Sunnah  Wal  Jamaah  adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
  10. Jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
a.       Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
b.      Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan:
- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
c.       Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal
  1. Bagaimana dengan Beribadah dengan Tujuan Dunia ? Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.
  2. Barangsiapa berhijrah dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.




Surabaya, 14 Jumadil ula 1433 H.. Pukul 17.22 WIB
Tukang bangunan, cari ilmu, dunia akherat.
[_[ MAKTABAH MUDAKU ]_]

Sumber :
  1. Secuil ilmu yang saya miliki. Setitik ilmu yang saya pelajari. Lalu kutuangkan kedalam tulisan dengan goresan pena ini.
  2. Dan Beberapa Sumber Lain

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment