Ahlul bait adalah: keluarga Ali, ‘Aqil, Ja’far dan Abbas. Tidak diragukan
lagi (menurut Ahlus Sunnah) bahwa istri-istri nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam termasuk ahlul bait karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا
نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ
فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفاً. وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا
تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا
يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain,
jika kamu bertakwa. Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan
yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu dan dirikanlah sholat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah
bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, (hai) ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 32-33)
Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa istri-istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk ahlul bait (keluarga) nya.
Ahlusunnah mencintai dan mengasihi ahlul bait, mencintai dan mengasihi para
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi mereka (Ahlusunnah)
juga meyakini bahwa tidak ada yang ma’shum melainkan hanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara keyakinan mereka juga: wahyu telah
terputus dengan wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada yang
mengetahui hal yang gaib kecuali hanya Allah subhanahu wa ta’ala, dan tidak
seorang pun dari para manusia yang telah mati bangkit kembali sebelum hari
kiamat. Jadi, kita Ahlusunnah menjunjung tinggi keutamaan ahlul bait dan selalu
mendoakan mereka agar senantiasa mendapatkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala,
tidak lupa kita juga berlepas diri dari musuh-musuh mereka.
Di pihak lain, orang-orang Rafidhah (Rafidhah adalah salah satu julukan
kelompok Syi’ah. Julukan ini disebutkan oleh ulama kontemporer mereka Al
Majlisy dalam kitabnya Bihar al-Anwar hal 68, 96 dan 97. Kata-kata Rafidhah berasal dari fi’il rafadha yang
berarti menolak. Adapun asal muasal mengapa mereka digelari Rafidhah, ada
berbagai versi. Antara lain:
1. Karena mereka menolak kekhilafahan Abu Bakar dan Umar.
2. Versi lain mengatakan karena mereka menolak agama Islam. (lihat Maqalat
al-Islamiyin, karya Abu al-Hasan al-Asy’ary jilid I, hal 89).
Selain berlebih-lebihan dalam mengagung-agungkan imam-imam mereka dengan
mengatakan bahwasanya mereka itu ma’shum dan lebih utama dari para nabi dan
para rasul, mereka juga melekatkan sifat-sifat tuhan di dalam diri para imam,
hingga mengeluarkan mereka dari batas-batas kemakhlukan! Tidak diragukan lagi
bahwa ini merupakan sikap ghuluw (berlebih-lebihan) yang paling besar, paling
jelek, paling rusak dan paling kufur.
Di antara sikap ekstrem mereka, klaim mereka bahwa para imam mengetahui
hal-hal yang gaib, dan mereka mengetahui segala yang ada di langit dan di bumi,
tidak terkecuali. Mereka mengetahui apa-apa yang ada dalam hati, apa-apa yang
ada dalam tulang belakang kaum pria dan apa-apa yang ada dalam rahim kaum
wanita. Mereka juga mengetahui apa yang telah lalu dan yang akan datang hingga
hari kiamat.
Al Kulainy dalam kitabnya al-Kaafi -yang mana ini merupakan kitab yang
paling shahih menurut Rafidhah-, dia telah mengkhususkan di dalamnya bab-bab
yang menguatkan sikap ekstrem tersebut. Contohnya: di jilid I, hal 261, dia
berkata, “Bab bahwasanya para imam mengetahui apa yang telah lalu dan apa yang
akan datang, serta bahwasanya tidak ada sesuatu apapun yang tersembunyi dari
pengetahuan mereka.” Dia juga telah meriwayatkan dalam halaman yang sama dari
sebagian sahabat-sahabatnya bahwa mereka mendengar Abu Abdillah ‘alaihis salam
(yang dia maksud adalah Ja’far ash-Shadiq) berkata, “Sesungguhnya aku
mengetahui apa-apa yang ada di langit dan di bumi, aku mengetahui apa-apa yang
ada di dalam surya dan aku mengetahui apa yang telah lalu serta yang akan
datang.”
Dia juga berkata dalam jilid I, hal 258, “Bab bahwasanya para imam
mengetahui kapan mereka akan mati dan mereka tidak akan mati kecuali dengan
kemauan mereka sendiri.”
Di antara bukti-bukti sikap ekstrem orang-orang Syi’ah, klaim mereka para
imam memiliki kekuasaan untuk mengatur alam semesta ini semau mereka; mereka
bisa menghidupkan orang yang telah mati, juga menyembuhkan orang yang buta,
orang yang terkena kusta, kemudian dunia akhirat milik para imam, mereka
berikan kepada siapa saja sesuai dengan kehendak mereka.
Al-Kulainy di jilid I, hal 470 meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Bashir
bahwa ia bertanya kepada Abu Ja’far ‘alaihis salam, “Apakah kalian pewaris nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Dia menjawab, “Benar!” Lantas aku bertanya
lagi, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pewaris para nabi mengetahui apa
yang mereka ketahui?” “Benar!”, jawabnya. Aku kembali bertanya, “Mampukah
kalian menghidupkan orang yang sudah mati dan menyembuhkan orang yang buta dan
orang yang terkena penyakit kusta?” “Ya, dengan izin Allah”, sahutnya.”
Husain bin Abdul Wahab dalam kitabnya ‘Uyun al-Mu’jizat hal 28 bercerita
bahwasanya, Ali pernah berkata kepada sesosok mayat yang tidak diketahui
pembunuhnya, “Berdirilah -dengan izin Allah- wahai Mudrik bin Handzalah bin
Ghassan bin Buhairah bin ‘Amr bin al-Fadhl bin Hubab! Sesungguhnya Allah dengan
izin-Nya telah menghidupkanmu dengan kedua tanganku!” Maka berkatalah Abu
Ja’far Maytsam, Sesosok tubuh itu bangkit dalam keadaan memiliki sifat-sifat
yang lebih sempurna dari matahari dan bulan, sembari berkata, “Aku dengar
panggilanmu wahai yang menghidupkan tulang, wahai hujjah Allah di kalangan umat
manusia, wahai satu-satunya yang memberikan kebaikan dan kenikmatan. Aku dengar
panggilanmu wahai Ali, wahai Yang Maha Mengetahui.” Maka berkatalah
amirul-mu’minin, “Siapakah yang telah membunuhmu?” Lantas orang tersebut
memberitahukan pembunuhnya.
Berkata al-Kasany dalam kitabnya ‘Ilm al-Yaqin fi Ma’rifati Ushul ad-Din
jilid II, hal 597, “Semua makhluk diciptakan untuk mereka (para imam), dari
mereka, karena mereka, dengan mereka dan akan kembali kepada mereka. Karena
-tanpa diragukan lagi- Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan dunia dan akhirat
hanya untuk mereka. Dunia dan akhirat untuk mereka dan milik mereka. Para
manusia adalah budak-budak mereka!”
Dengarlah salah seorang syaikh mereka Baqir al-faly yang mengatakan
bahwasanya Nabiyullah Isa ‘alaihis salam mendapatkan kehormatan untuk menjadi
budak Ali rodhiallahu ‘anhu, “Wahai para manusia, beberapa hari yang lalu telah
dirayakan hari kelahiran Isa al-Masih, yang telah mendapatkan kehormatan untuk
menjadi budak Ali bin Abi Thalib!”
Berkata Imam mereka Ayatullah al-Khomeini di dalam kitabnya Al-Hukumah al-
Islamiyah hal 52, “Sesungguhnya para Imam memiliki kedudukan terpuji, derajat
yang tinggi dan kekuasaan terhadap alam semesta, di mana seluruh bagian alam
ini tunduk terhadap kekuasaan dan pengawasan mereka.”
Sulaim bin Qois dalam kitabnya hal 245 dengan ‘gagahnya’ berdusta dengan
perkataannya, Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada
Ali, “Wahai Ali, sesungguhnya engkau adalah ilmu pengetahuan Allah yang paling
agung sesudahku, engkau adalah tempat bersandar yang paling besar di hari
kiamat. Barang siapa bernaung di bawah bayanganmu niscaya akan meraih
kemenangan. Karena hisab (penghitungan amal) para makhluk berada di tanganmu,
tempat kembali mereka adalah kepadamu. Mizan (timbangan amalan), shirath (jalan
yang mengantarkan para hamba ke surga), dan al-mauqif (tempat berkumpulnya
semua makhluk di hari akhir) semua itu adalah milikmu. Maka barang siapa yang
bersandar kepadamu, niscaya akan selamat dan barang siapa yang menyelisihimu
niscaya akan celaka dan binasa! Ya Allah, saksikanlah 3x!”
Na’udzubillah…
Dengarlah Basim al-Karbalaiy menghasung dan mendorong orang-orang Rafidhah
untuk pergi ke kuburan Ali radhiallahu ‘anhu dan meminta kesembuhan darinya,
berihram dan thawaf di sekitar kuburannya, “Wahai yang berada di bawah kubah
putih di kota Najaf! Wahai Ali! Barang siapa yang berziarah ke kuburanmu dan
meminta kesembuhan darimu niscaya dia akan sembuh!”
Di dalam kitab Wasail ad-Darojat karangan ash-Shaffar (hal 84), Abu
Abdillah berkata: Konon Amirul Mu’minin pernah berkata, “Aku adalah ilmu Allah,
aku adalah hati Allah yang sadar, aku adalah mulut Allah yang berbicara, aku
adalah mata Allah yang melihat, aku adalah pinggang Allah, aku adalah tangan
Allah.”
Na’uzubillah dari ghuluw ini!
Dengarlah Muhsin al-Khuwailidy dalam khotbah kufurnya di mana dia
melekatkan kepada Ali sifat-sifat rububiyah Allah, “Dan di antara
khutbah-khutbahnya shallallahu ‘alaihi wa sallam: Aku mempunyai semua kunci
hal-hal yang gaib, tidak ada yang mengetahuinya sesudah Rasulullah kecuali aku.
Aku-lah penguasa hisab, aku pemilik sirath dan mauqif, aku pembagi
(distributor) surga dan neraka dengan perintah Robb-ku. Akulah yang menumbuhkan
dedaunan dan mematangkan buah-buahan. Akulah yang memancarkan mata air dan
mengalirkan sungai-sungai. Akulah yang menyimpan ilmu, akulah yang meniupkan
tiupan pertama yang mengguncangkan alam, akulah sang petir, akulah shaihah. Aku
adalah Al Quran yang tidak ada keraguan di dalamnya. Akulah asma al-husna yang
para hamba diperintahkan untuk berdoa dengannya. Akulah yang memiliki
sangkakala dan yang membangkitkan manusia dari dalam kubur. Akulah penguasa
hari kebangkitan. Akulah yang menyelamatkan Nuh, yang menyembuhkan Ayub. Akulah
yang menegakkan langit dengan perintah Tuhanku. Akulah si pemegang keputusan
yang tidak dapat diubah, hisab para makhluk berada di tanganku. Para makhluk
menyerahkan urusannya kepadaku. Akulah yang mengokohkan gunung-gunung yang
menjulang tinggi, yang memancarkan mata air, dan yang menciptakan alam semesta.
Akulah yang membangkitkan para mayat, yang menurunkan kuburan. Akulah yang
memberi cahaya matahari, bulan dan bintang. Akulah yang membangkitkan hari
kiamat, yang mengetahui hal yang telah lalu dan yang akan datang. Akulah yang
membinasakan para raja lalim terdahulu dan yang melenyapkan negeri-negeri.
Akulah yang menciptakan gempa, yang membuat gerhana matahari dan bulan. Aku
pula yang menghancurkan fir’aun-fir’aun dengan pedangku ini. Akulah yang
ditugasi Allah untuk melindungi orang-orang lemah dan Allah perintahkan mereka
taat kepadaku.”
Dalam kitab Kasyf al-Yaqin Fi Fadhail Amir al-Mu’minin karya Hasan bin
Yusuf bin al- Muthahhir al-Hilly (hal 8) disebutkan, Akhthab Khawarizm meriwayatkan
dari Abdulloh bin Mas’ud bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: Tatkala Allah ciptakan Adam dan Dia tiupkan ruh-Nya ke dalamnya, Adam
bersin lantas mengucapkan, “Alhamdulillah!” Maka Allah mewahyukan padanya,
“Engkau telah memuji-Ku wahai hamba-Ku, demi kekuatan dan keagungan-Ku kalau
bukan karena dua hamba yang akan Kutempatkan mereka di dunia, niscaya Aku tidak
akan menciptakanmu wahai Adam!” Serta merta Adam bertanya, “Mereka berdua dari keturunanku?”, “Betul
wahai Adam. Angkatlah kepalamu dan lihatlah!” Maka Adam mengangkat kepalanya,
dan ternyata telah tertulis di atas ‘Arsy, “Tidak ada yang berhak disembah
selain Allah, Muhammad nabi kasih sayang dan Ali penegak hujjah. Barang siapa
yang mengetahui hak Ali maka dia akan suci dan bahagia, dan barang siapa yang
taat kepadanya meskipun dia berbuat maksiat kepada-Ku akan Kumasukkan ke dalam
surga. Aku bersumpah demi kepekerkasaan-Ku; barang siapa yang tidak taat kepada
Ali meskipun dia taat kepada-Ku, niscaya akan Kumasukkan ke dalam neraka!”
Lihatlah wahai para hamba Allah, bagaimana dia mengedepankan ketaatan
kepada Ali di atas ketaatan kepada Allah!!!
Berkata Ni’matullah al-Jazairy dalam kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah
(jilid I, hal 33): Pengarang buku Masyariq al-Anwar telah meriwayatkan dengan
sanadnya kepada al-Mufadhal bin ‘Amr: Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah
‘alaihis salaam tentang perihal sang imam; bagaimana ia bisa tahu apa yang ada
di penjuru bumi, padahal ia berada di rumah yang tertutup? Lantas ia menjawab,
“Wahai Mufadhal, sesungguhnya Allah telah menciptakan di dalam diri mereka 5
ruh:
1. Ruh kehidupan, yang dengannya dia bisa memukul
dan naik.
2. Ruh kekuatan, yang dengannya dia bisa bangkit.
3. Ruh syahwat, yang dengannya dia bisa makan dan minum.
4. Ruh keimanan, yang dengannya dia memerintahkan dan berbuat adil.
5. Ruh kudus, yang dengannya dia mengemban kenabian. Jika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam wafat, berpindahlah ruh kudus ke tubuh sang imam, maka dia
tidak akan pernah lalai dan lengah. Dengan ruh itulah dia bisa melihat apapun
yang ada di penjuru dunia. Tidak ada sesuatu pun di bumi dan di langit yang
tersembunyi dari sang imam. Dia bisa mengetahui semua yang ada di langit
semesta, sekecil dan selirih apapun dia. Barang siapa yang tidak memiliki
sifat-sifat ini, maka dia bukanlah seorang imam!”
Na’udzubillah dari ghuluw ini!!
Berkata Ni’matullah al-Jazairy dalam kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah (jilid
I, hal 30), Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku
bersama Ibrahim ketika dilemparkan ke dalam api dan akulah yang menjadikan api
itu dingin serta menyelamatkan. Aku juga bersama Nuh di kapalnya lantas akulah
yang menyelamatkan dia dari ketenggelaman. Aku juga bersama Musa, lantas aku
ajarkan Taurat kepadanya. Aku jugalah yang menjadikan Isa berbicara saat dia
masih dalam buaian, kemudian kuajarkan Injil padanya. Akulah yang bersama Yusuf
di dalam sumur, lantas kuselamatkan dia dari tipu daya saudara-saudaranya. Dan
aku bersama Sulaiman di atas permadani, kemudian aku hembuskan angin baginya.”
Lantas apa yang tersisa untuk Allah?! Na’udzubillah dari ghuluw ini!!
Sumber :
Buku ”Biarkan Syiah Bercerita Tentang Agamanya”
yang di tulis oleh Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah Zain.
0 komentar:
Post a Comment