Thursday, 22 March 2012

HIDUP DAN BERSINARNYA HATI ADALAH MODAL SEGALA KEBAIKAN


Oleh : Muhammad Supriadi al Jawiy

            Dasar segala kebaikan dan kebahagiaan hamba, bahkan setiap makhluk hidup adalah kesempurnaan hidup dan cahayanya. Hidup dan cahaya adalah modal segala kebaikan. Allah befirman,
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?" (Al-An'am: 122).
 
            Allah menghimpun dua dasar fundamental: Kehidupan dan cahaya. Hidup akan melahirkan kekuatan; kekuatan pendengaran, penglihatan, malu, 'iffah (menahan diri dari yang diharamkan), keberanian, kesabaran dan segenap akhlak mulia lainnya. Juga ia akan melahirkan kecintaan pada kebaikan dan benci keburukan. Semakin kuat hidup seseorang semakin kuat pula sifat-sifat di atas. Sebaliknya, jika hidupnya lemah maka lemah pula sifat-sifat itu pada dirinya. Tingkat malunya dari berbagai keburukan adalah sebanding dengan kehidupan yang ada pada dirinya. Hati yang sehat dan hidup secara naluriah akan lari dan membenci jika disodorkan padanya berbagai keburukan, ia tidak akan menoleh sedikit pun padanya. Ini tentu berbeda dengan hati yang mati, ia tidak bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Dalam hal ini Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu berkata, "Binasalah orang yang dengan hatinya tidak mengetahui kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran."
            Demikian pula hati yang mengidap penyakit syahwat, karena kelemahannya ia condong pada apa yang disodorkan padanya, dan itu tergantung stadium penyakit yang dideritanya.
            Jika cahaya dan sinar hati kuat maka terbukalah baginya pengetahuan dan hakikatnya. Tampaklah baginya kebaikan sebagai kebaikan, karena cahayanya lalu ia mengedepankannya dalam kehidupan. Demikian pula dengan keburukan, ia akan tampak buruk baginya. Tentang dua dasar fundamental ini, Allah telah menyebutkannya dalam banyak ayat, di antaranya,
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Asy-Syura: 52).

            Dia menghimpunkan antara ruh yang menghasilkan kehidupan dengan cahaya yang menghasilkan sinar dan pancaran. Ia juga mengabarkan bahwa Al-Qur'an yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam mengandung dua hal: Ruh yang dengannya hati menjadi hidup dan cahaya yang dengannya didapatkan penerangan dan pancaran, sebagaimana firman Allah
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan padanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?" (Al-An'am: 122).
            Artinya, apakah orang kafir yang hatinya mati, tenggelam dalam gelapnya kebodohan, lalu Kami tunjuki jalan kebenaran, Kami beri taufiq pada keimanan dan Kami jadikan hatinya hidup setelah ia mati, bercahaya dan memancar setelah kegelapannya? Dia menjadikan orang kafir -karena membelot dari ketaatan, karena kebodohannya tentang Allah, tauhid dan syariat agama-Nya, serta tidak berusaha mendapatkan ridha-Nya, juga tidak beramal demi keselamatan dan kebahagiaannya seumpama mayit yang tidak memberi manfaat sedikit pun pada dirinya, tidak pula menolak apa yang dibencinya, lalu ia Kami beri petunjuk kepada Islam dan Kami hidupkan dia dengannya, sehingga ia mengetahui apa yang berbahaya dan bermanfaat untuk dirinya, lalu berusaha menghindar dari kemurkaan dan siksa Allah, ia dapat melihat kebenaran setelah sebelumnya buta tentangnya, dapat mengetahuinya setelah dahulunya bodoh, mengikutinya setelah dahulunya berpaling daripadanya, ia akhirnya mendapat cahaya dan sinar yang menerangi dirinya, sehingga ia berjalan dengan cahayanya di tengah-tengah masyarakat manusia, sedang mereka masih dalam pekatnya kegelapan. Seperti dikatakan dalam syair,
"Malamku karena wajahmu tampak bercahaya, sedang gelapnya malam di tengah manusia masih terns menyelimuti. Orang-orang masih dalam gelap pekatnya malam, sedang kita berada di bawah cahaya siang."

            Karena itu Allah melukiskan perumpamaan air dan api untuk wahyu dan hamba-Nya. Perumpamaan air dan api bagi wahyu adalah sebagaimana firman Allah,
"Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, adapun yang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap dibumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan." (Ar-Ra'd: 17).

            Allah mengumpamakan wahyu-Nya dengan air karena dengannya didapatkan kehidupan dan dengan api karena dengannya didapatkan cahaya dan pancaran. Allah mengabarkan bahwa air mengalir di lembah-lembah sesuai ukurannya. Lembah luas akan menampung air yang banyak dan lembah sempit hanya menampung air yang sedikit pula. Lalu Allah mengumpamakan apa yang dikandung hati dari berbagai syubhat dan syahwat karena kerancuannya menyikapi wahyu dengan buih yang dibawa oleh air, dan mengumpamakan kebatilan berbagai syubhat itu karena tak adanya ilmu bermanfaat di dalam hati dengan buih yang hilang serta yang dilemparkan oleh lembah, dan hanya air yang bermanfaatlah yang tetap mengendap di dalamnya. Demikian pula dengan perumpamaan selanjutnya, akan hilang sesuatu yang jelek dari mutiara itu dan yang murni daripadanya akan tetap tinggal.
            Adapun perumpamaan dua hal di atas bagi hamba maka sebagai-mana disebutkan dalam surat Al-Baqarah, 
"Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (kejalan yang benar)." (Al-Baqarah: 17-18)

Ini adalah perumpamaan dengan api. Selanjutnya Allah befirman, 
"Atau sepertt (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit di-sertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati." (Al-Baqarah: 19).
Ini adalah perumpamaan dengan air.




Surabaya, 24 Rabi’ul Akhir 1433 H.. Pukul 22.52 WIB
Tukang bangunan, cari ilmu, dunia akherat.
[_[ MAKTABAH MUDAKU ]_]

Sumber :
Kitab Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan penulis :al Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah. Penerbit : Daar Ibnul Jauzi.

Edisi Indonesia ”MANAJEMEN QALBU : melumpuhkan senjata setan”. Penerjemah : Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Lc. Penerbit : Darul Falah, Jakarta. Cetakan VI (2005).

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment