Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[QS. Al Baqarah 2 : 256]
Sebagian orang yang salah dalam memahami ayat ini, sehingga mereka banyak terjebak dalam pemahaman pluralisme agama, yaitu berpendapat bahwa semua agama itu benar, maka tidak ada lagi istilah kafir dalam beragama sehingga apapun agamanya ia akan masuk surga. Dan pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang harus diwaspadai, karena dapat merusak aqidah dan keimanan kita. Islampun tidak pernah mengajarkan untuk pluralisme agama. Para pluralis, mereka memaknai ayat diatas dengan pemahaman menurut akal logika, yaitu “laa ikraha fiddiin” (tidak ada paksaan dalam beragama), lantas mereka berpendapat bahwa semua agama itu sama, tidak ada konsep mu’min dan kafir.
Pada ayat diatas para ulama’ berbeda pendapat dalam menafsirkannya. Golongan yang cukup banyak dari kalangan ulama berpendapat bahwa ayat ini diinterpretasikan dengan pengertian tertuju kepada kaum Ahli Kitab dan orang-orang yang termasuk ke dalam kategori mereka sebelum (mengetahui adanya) pe-nasakh-an dan penggantian, tetapi dengan syarat bila mereka membayar jizyah. Ulama lain mengatakan bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayat qital (perang). Wajib menyeru semua umat untuk memasuki agama Al-Hanif, yaitu agama Islam. Jika ada seseorang di antara mereka menolak untuk masuk ke dalam agama Islam serta tidak mau tunduk kepada peraturannya atau tidak mau membayar jizyah, maka ia diperangi hingga titik darah penghabisan. Yang demikian itulah makna ikrah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
“Kalian akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kalian akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam)”.
[QS. Al-Fat-h: 16]
Dan sebagian ulama’ menafsirkan ayat ini secara mujmal (umum). Sebagaimana perkataan para ulama’ berikut ini.
Ibnu Jarir Ath Thabari setelah memberikan sanggahan terhadap pendapat yang menyatakan ayat ini mansukh (dihapus hukumnya), beliau menyimpulkan makna ayat,”Sehingga jelas bahwa makna ayat ini adalah : tidak ada paksaan dalam memeluk agama islam bagi orang kafir yang dikenai jizyah dan telah membayar dan mereka ridha terhadap hukum islam
[Tafsir Ath Thabari]
Beliau (ibnu jarir ath thabari) juga berkata,”Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kebatilan. Dan telah jelas sudah sisi kebenaran bagi para pencari kebenaran. Dan kebenaran ini telah terbedakan dari kesesatan. Sehingga tidak perlu lagi memaksa ahli kitab dan orang-orang kafir yang dikenai jizyah untuk masuk agama islam, agama yang benar. Dan orang-orang yang berpaling dari kebenaran ini setelah jelas baginya, biarlah Allah yang mengurusnya. Sungguh Allah lah yang akan mempersiapkan hukuman bagi mereka diakherat kelak.
[Tafsir Ath Thabari]
Ibnu Katsir berkata, “Yakni janganlah kalian memaksa seseorang untuk masuk agama Islam, karena sesungguhnya agama Islam itu sudah jelas, terang, dan gamblang dalil-dalil dan bukti-buktinya. Untuk itu, tidak perlu memaksakan seseorang agar memeluknya. Bahkan Allah-lah yang memberinya hidayah untuk masuk Islam, melapangkan dadanya, dan menerangi hatinya hingga ia masuk Islam dengan suka rela dan penuh kesadaran. Barang siapa yang hatinya dibutakan oleh Allah, pendengaran dan pandangannya dikunci mati oleh-Nya, sesungguhnya tidak ada gunanya bila mendesaknya untuk masuk Islam secara paksa.”
[Tafsir Ibnu Katsir]
Telah jelas bagi kita bahwa para ulama’ tidak ada yang menafsirkan seperti para pecinta pluralisme itu, karena yang dimaksud Laa Ikraha Fiddiin (tidak ada paksaan dalam memeluk agama) adalah tidak ada paksaan kepada orang-orang kafir yang telah dikenai jizyang dan telah membayarnya serta mereka ridha dengan hukum islam yang berlaku. Dan bukanlah seperti apa yang dikatakan oleh pecinta pluralisme bahwa semua agama adalah sama benarnya, semua kitab suci sama benarnya, semua orang sama masuk surganya dan tidak ada istilah mu’min dan kafir. Pendapat mereka jelas bathil karena bertentangan dengan ayat-ayat lain dalam al Qur’an, dan beberapa ayat ini hendaknya menjadi pegangan bagi setiap muslim dan muslimah agar tidak terjebak dalam pemahaman pluralisme, ayat-ayat tersebut antara lain :
[QS. An Nisa’ 4 : 82]
Berarti kitab yang haq hanyalah al Qur’an
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
[QS. Ali Imron 3 : 19]
Berarti agama yang haq dan diridhoi Allah hanyalah islam.
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
[QS. Ali Imron 3 : 85]
Berarti selain agama islam akan menjadi orang yang merugi (tidak masuk surga). Begitulah sedikit penjelasan mengenai ayat laa ikraha fiddiin yang telah diselewengkan oleh para pluralisme maknanya agar sesuai dengan logika mereka, sekian dari saya. Wallahu Ta’ala A’lam.
Ditulis oleh : tukang bangunan, cari ilmu, dunia akherat.
Kritik dan saran anda sangat kami butuhkan.
Surabaya, 05 January 2012 (13.49)..Di waktu mendung berlalu.
Goresan tinta seorang thalibul ‘ilmi
0 komentar:
Post a Comment